Tawuran Pelajar, Tamparan bagi Dunia Pendidikan


.




Tawuran antara siswa pelajar SMA 6 dan SMA 70 pecah di Bunderan Bulungan, Jakarta Selatan pada pukul 12.20 Senin 24 September 2012 kemarin. Alawy tewas akibat luka tusuk di bagian dada. Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, Jakarta Selatan, namun meninggal tak lama setelah sampai di sana.

Korban lainnya adalah Ramdan Dinis, kelas XII SMA 6, tinggal di Jalan Piso, Bintaro, Jakarta Selatan. Dia terluka di pelipis. Polisi menemukan sebuah celurit yang diduga sebagai alat untuk menewaskan korban. Hingga sekarang polisi masih mengulik data dari sekolah.

Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Untung Suharsono Rajab, mengatakan penyidik kepolisian sudah memegang 10 nama siswa SMA Negeri 70 Jakarta yang diduga terlibat penyerangan Alawy. Peranan kesepuluh siswa itu masih dicari.

Tawuran antar pelajar di DKI sudah barang jamak terdengar. Pada bulan Agustus - September 2012 saja, tercatat enam kasus kekerasan ''tak berguna itu.

Pada 6 Agustus, bentrok melibatkan pelajar SMA 87 dan SMA Kartika.  Pelajar dari SMA Kartika mengajak pelajar SMA 87 tawuran di Jalan Taman Barat RT 15/08 Bintaro. Akibatnya Jeremy Hasibuan, siswa SMA Kartika, tewas dibacok bagian kepalanya. Polisi menangkap AM, 16 tahun dan MF (15).

29 Agustus 2012, tawuran melibatkan pelajar SMP Negeri 6 Buaran dan pelajar SMP lain di perlintasan kereta api sebelum Stasiun Buaran.  Lokasi ini kerap menjadi tempat tawuran antara SMP Negeri 6 Buaran, SMP 194 Duren Sawit dan SMP Muhammadiyah 50 Duren Sawit. Akibat peristiwa ini Jatsuli tewas tertabrak KRL di Stasiun Buaran saat tawuran berlangsung.

Sehari kemudian, tawuran antar pelajar kembali pecah. Tempatnya semula di sekitar Stasiun Klender, Jakarta Timur. Namun terhenti setelah seorang pria 64 tahun, Rohiman, tewas tertabrak akibat berusaha menyelamatkan diri dari tawuran. Satu jam kemudian, para pelajar pindah lokasi ke bawah jalan layang Pondok Kopi, Cakung, Jakarta Timur. Bentrokan ini juga menewaskan Ahmad Yani, siswa kelas X SMK Negeri 39, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang kena sabetan senjata tajam.

Pada hari yang sama, puluhan pelajar SMK Widya Darma dan SMK Muhamadiyah saling serang di Jalan Raya Tlajung Udik. Perkelahian massal berlangsung hampir dua jam. Seorang siswa SMK Muhamadiyah, Rudi Noval Ashari, tewas ditebas samurai.

12 September 2012, siswa SMK Panmas tawuran dengan SMK Baskara. Sebanyak 12 siswa SMK Baskara menumpang truk semen tiba-tiba diserang 25 orang dari SMK Pancoran Mas, Depok. Dedi Triyuda, 17 tahun, siswa kelas dua SMK Baskara, tewas dibacok dengan celurit dan dilempari batu.

Lima hari kemudian, 82 siswa dari SMK Baskara dan SMK Fajar diamankan oleh Kepolisian Sektor Pancoran Mas karena tercium hendak tawuran.

Sederet kasus kekerasan pelajar itu tentu membuat miris setiap warga Ibu Kota. Sampai sekarang belum ada solusi tegas yang jelas terhadap tawuran pelajar ini. KPAI menganggap tawuran antar pelajar ini merupakan tamparan bagi dunia pendidikan. (Baca: KPAI: Tawuran Menampar Dunia Pendidikan)

Kepala Dinas Pendidikan DKI, Taufik Yudi Mulyanto, pun baru akan mengkaji kemungkinan penggabungan SMA 6 dan SMA 70, Jakarta Selatan. "Ini kami kaji lebih jauh," kata dia, Senin malam, 24 September 2012. "Di SMA 70 ada seribu siswa, di SMA 6 juga seribu siswa. Perilaku 20 orang itu seperti nila setitik. Jadi, harus proporsional menanganinya."

Pihak sekolah sebenarnya sudah membuat program yang mengakomodasi rekonsiliasi kedua sekolah. Namun, kata Taufik, "penanganan (tawuran) harus komprehensif semuanya. Sudah ada program yang buat link antarsekolah agar membangkitkan persaingan yang konstruktif, bukan konfrontatif."

Dia mengklaim, anak-anak SMA 6 dan SMA 70 yang sudah tak taat peraturan banyak yang dipindahkan. Walaupun pernyataannya itu berbeda dengan harapan warga di kawasan Bulungan. Bambang Dwitrisno, pegawai Badan Pertanahan Nasional mengaku resah dengan tawuran tak putus-putus.

Solusi penggabungan pun dianggap banyak kalangan tak menyelesaikan persoalan.


Your Reply